Tag Archives: menjadi pendidik

Mengajar itu cinta

Tidak terasa, satu semester sudah saya melewatkan hari-hari sebagai tenaga pengajar Arsitektur di Universitas Widya Kartika. Sebuah kampus swasta di wilayah Surabaya bagian timur. Tahu-tahu sudah satu semester. Sungguh, cepat sekali waktu berlalu.

Ya, segalanya memang terasa cepat jika kita menikmatinya.

Bagi saya mengajar itu berjuta rasanya. Lebih dari sekedar permen nano-nano yang rasanya cuma manis-asem-asin. Mengajar itu beraneka warna. Lebih dari pelangi yang warnanya cuma tujuh macam–mejikuhibiniu.

Mungkin lebih tepat saya ibaratkan mengajar itu seperti jatuh cinta. Iya, seperti jatuh cinta. Tegang, deg-degan, senang, sedih, sebel, penasaran, geli, bahagia, lega, dan kangen datang silih berganti…

Awalnya tegang, khawatir tidak bisa menjelaskan dengan baik, khawatir kalau bikin ngantuk, khawatir ini..itu.. Sedih ketika melihat mahasiswa seolah tidak ada motivasi menuntut ilmu—telat datang ke perkuliahan, tugas dikerjakan asal-asalan—kuliah hanya sekedar cari nilai. Geli dan gemas melihat tingkah polah mahasiswa yang terkadang aneh bin ajaib dan tak terduga. Bahagia ketika melihat mahasiswa berproses, ketika tugas berhasil dikerjakan dengan baik—yang awalnya tidak bisa menjadi bisa. Ketika tahu bahwa apa yang kita ajarkan ternyata tidak sia-sia.

Mengajar itu seru. Tidak hanya sekedar cuap-cuap di depan kelas. Tapi butuh taktik. Taktik agar perkuliahan kita menarik—tidak bikin ngantuk, taktik mengatasi mahasiswa yang bandel, taktik memotivasi mahasiswa yang ogah-ogahan, sampai taktik ngeles yang elegan kalau kedapatan pertanyaan yang kita tidak yakin jawabannya :p

Mengajar itu menantang. Menuntut kita untuk selalu mengupgrade diri dan pengetahuan. Menuntut kita untuk selalu berlari mengejar kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. Juga untuk terus mengasah otak, mengembalikan memori masa perkuliahan dulu yang telah lama tersimpan, terkubur entah dimana. Butuh waktu, butuh niat dan usaha. Tidak mudah.

Mengajar itu sedikit-banyak menakutkan. Butuh tanggung jawab besar. Karena sekali lagi, menjadi pengajar itu tidak hanya sekedar cuap-cuap di depan kelas namun juga sebagai pendidik. Mmenempatkan diri kita sebagai role model –contoh. Ibarat kata pepatah lama ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. Segala tingkah laku guru akan menjadi contoh bagi muridnya. Padahal seberapa baik sih kita selama ini? Bagaimana mungkin kita dapat menuntut orang lain menjalankan apa yang kita ajarkan di kelas, kalau kita sendiri pun belum sempurna. Malu.

Saya sadar, saya masih sangat jauh dan masih harus banyak banyak banyak belajar untuk bisa menjadi seorang pengajar yang baik. Pengajar yang bukan hanya sekedar mengajar tetapi juga mendidik.

Alhamdulillah, saya kini menemukan profesi yang sungguh saya suka

Profesi yang memungkinkan saya untuk selalu berbagi, mengupgrade diri. Bukan semata-mata untuk kepentingan saya sendiri namun juga untuk kemajuan mahasiswa saya. Anak-anak bangsa ini. Profesi yang dinamis, yang memungkinkan saya berinteraksi dengan berbagai pribadi, berbagai latar belakang, dan menyelaminya—bukan profesi yang membiarkan saya berhadapan dengan meja tulis dan komputer seharian. Profesi yang akan ‘memaksa’ saya untuk terus belajar terutama dalam bidang yang juga menjadi minat saya. Profesi yang saya percaya tidak akan memberi kesempatan pada otak saya untuk diam dan berkarat sia-sia.

Saya menikmati menjadi seorang tenaga pengajar, sebagai seorang pendidik.

Bagi saya mengajar itu cinta, mengajar itu panggilan jiwa

Semoga dengan berjalannya waktu, saya dapat menjadi pengajar yang lebih dan lebih baik lagi

Untuk saya, untuk mahasiswa saya, untuk bangsa ini

Amiin…


Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog Sampoerna School of Education, dengan tema “Menjadi Pendidik”

Tagged , , , , , , , ,