Tag Archives: uwika

Saya disini sekarang, bukan kebetulan

IMG_5282edit

Ketika kumohon pada Allah kekuatan
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat
Ketika kumohon pada Allah kebijaksanaan,
Allah memberiku masalah untuk kupecahkan
Ketika kuminta kepada Allah kesejahteraan,
Allah memberiku akal untuk berfikir
Ketika kumohon pada Allah keberanian
Allah memberiku bahaya untuk kuatasi

Ketika kumohon pada Allah sebuah cinta
Allah memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong
Ketika kuminta pada Allah bantuan
Allah memberiku kesempatan
Aku tak pernah mendapatkan apa yang kuminta
Tapi aku menerima segala yang kubutuhkan
Doaku terjawab sudah. (dari selebaran yang saya temukan di masjid, semasa kuliah)

……………….

Ketika kerjamu tidak dihargai, maka saat itu kamu sedang belajar tentang ketulusan
Ketika usahamu dinilai tidak penting,
maka saat itu kamu sedang belajar tentang keikhlasan
Ketika hatimu terluka sangat dalam,
maka saat itu kamu sedang belajar tentang memaafkan
Ketika kamu merasa sepi dan sendiri,
maka saat itu kamu sedang belajar tentang ketangguhan
Ketika kamu harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu kau tanggung,
maka saat itu kamu sedang belajar tentang kemurahan hati

Tetap semangat, tetap sabar, tetap tersenyum
Karena kamu sedang menimba ilmu di universitas kehidupan

Tuhan menaruhmu di “tempatmu” yang sekarang bukan karena kebetulan (dari novel Sepatu Dahlan)

Saya setuju dengan kalimat terakhir pada puisi di atas, Tuhan menaruhmu di “tempatmu” yang sekarang bukan karena kebetulan. Sejak dulu saya memang tak pernah percaya dengan yang namanya ‘kebetulan’. Bagi saya semua yang terjadi di dunia ini tak pernah lepas dari rencana-Nya.  Segalanya. Bahkan selembar daun bisa jatuh melayang dari pohon—juga karena rencana Tuhan.

Sebelum ini, saya tak pernah kenal nama Universitas Widya Kartika. Pun sama sekali tak pernah membayangkan akan bekerja di kota panas ini, Surabaya. Jadi kalaulah sekarang saya disini, menjadi seorang tenaga pengajar di prodi Arsitektur Universitas Widya Kartika, itu pasti bukan karena kebetulan. Tangan Allah lah yang menuntun saya ke tempat ini. Saya belum tahu mengapa. Tapi saya yakin, disinilah tempat terbaik yang dipilih-Nya untuk saya. Setidaknya hingga saat ini.

Beberapa peristiwa yang terjadi di kampus minggu-minggu terakhir ini saya rasakan sungguh menguras energi. Peristiwa-peristiwa terkait pekerjaan saya, terkait tingkah polah mahasiswa. Bukan membuat lelah fisik sesungguhnya—lebih ke lelah hati. Ketika kita diabaikan. Ketika apa yang kita usahakan sepenuh hati seolah hanya jadi sia-sia.

Kini setelah batin saya lelah bertanya, “Mengapa?” dan “Bagaimana bisa?”—setelah telinga saya lelah mendengar keluhan-keluhan yang keluar dari mulut saya sendiri, dan setelah helaan nafas panjang yang entah untuk keberapa kalinya—saya kembali teringat kedua puisi di atas. Puisi dari masa lalu yang hingga kini masih membekas di ingatan saya.

Ya, pasti bukan karena kebetulan Allah mengirim saya kesini. Kini saya tahu itu karena Dia ingin saya belajar menjadi orang yang sabar, seperti apa yang selalu saya minta dalam do’a sehabis sholat. Juga karena Dia ingin saya belajar menjadi seseorang yang tenang, yang lebih terkontrol dalam menghadapi orang lain. Bukan seseorang dengan emosi meledak-ledak seperti saat ini. Saya percaya Allah mengirim saya kesini karena Ia ingin saya menjadi orang yang tangguh, yang ikhlas dalam berbuat. Membaca kembali kedua puisi di atas membuat saya kini tahu bahwa dengan cara-Nya, sesungguhnya Allah sedang menyiapkan saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Agar saya bisa menjadi seorang dosen yang tidak hanya mampu mengajar, namun juga mendidik. Sungguh persis seperti apa yang saya minta selalu dalam do’a.

Saya memang baru setahun menjadi pengajar. Masih sangat hijau akan pengalaman. Di kampus ini Allah memberikan segala yang sedang saya butuhkan. Rekan kerja yang mendukung, mahasiswa yang menempa, dan lingkungan kerja dengan segala keberagamannya. Segala media yang semoga membuat saya mampu  belajar untuk menjadi lebih dan lebih baik lagi.

Lalu, kalau begitu apa lagi yang mesti saya keluhkan? Kini saya seharusnya tersenyum, bersyukur, dan terus belajar—karena saya sudah berada di tempat yang tepat.

Tagged , , ,

SARAP 142 on vacation: Eps 1 “Tanjung Papuma” –guest star: Ibu Yulia

goes to papuma

Akhirnya jadi juga kami–geng SARAP 142 jalan-jalan. Hmm.. jalan-jalan sih sudah sering sebenarnya, jalan-jalan ke kantin, ke ruang rapat, ke studio misalnya, hehe… Nggaklahh.. yang jelas jalan-jalan kali ini bukan jalan-jalan biasa. Jalan-jalan refreshing–walaupun tetep, sambil rapat :D. Kita main ke Tanjung Papuma, pantai indah di Jember. Ngajak bu Yulia juga sebagai bintang tamu–sebagai sesama makhluk yang dinilai cukup stress dengan hecticnya UWIKA yang sungguh ‘cetar membahana’ 😀

Starring Pak Ary & Pak Priyo as the driver, Bu ririn as the mother, Bu shirley as the ‘korban gosip’ (oposeh.. >,<), Bu Yulia as the photographer, dan saya sebagai ‘kompor’ sekaligus penggembira, perjalanan kali ini memang cukup jauh dan lumayan melelahkan. Tapi kami senaaaaaaanggggg….. Bisa melewatkan dua hari dengan ketawa-ketawa dan becandaan gak jelas, narsis-narsisan di pantai, makan dengan menu full ikan bakar fresh dengan harga yang terjangkau, juga nginep di cottage pinggir pantai yang lumayan bersih (lumayan oke jg harganya, 360ribu semalam–dapat dua kamar AC, kamar mandi, ruang tamu, dan ruang tengah).

Kami senaaaaangggg… walaupun diselingi rapat sampe malam 😀 😀

Jalan-jalan yang sangat amat berkesan.

Mau lagi-lagi-lagi-lagiiiiiii….. 😀

Tagged , , , ,

Oleh-oleh dari Bingkai Arsitektur 2012 – surabaya dalam bingkai kenangan :)

This slideshow requires JavaScript.

terimakasih untuk para peserta dan panitia yang turut berpartisipasi hingga rangkaian acara ini dapat terselenggara dengan baik…

Tagged , , , ,

Pameran karya fotografi dan sketsa “bingkai arsitektur”

Prodi Arsitektur Universitas Widya Kartika Surabaya mempersembahkan pameran karya fotografi dan sketsa Bingkai Arsitektur 2012 dengan tema “Surabaya dalam Bingkai Kenangan”. Dalam event ini dipamerkan lebih dari 60 karya fotografi hasil peserta lomba fotografi Surabaya dalam Bingkai Kenangan dan 25 buah sketsa bangunan Surabaya urban Heritage. Pameran diselenggarakan selama 4 hari terhitung tanggal 13-17 November 2012 di hall lt.2 UWIKA.

Datang, saksikan, dan ikuti voting foto terfavorit untuk memperebutkan hadiah kamera nikon coolpix 330S bagi peserta lomba fotografi dengan jumlah pemilih terbanyak. Voting ditutup pada hari Jumat, 15.00 WIB. Pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah  dilakukan pada acara open house kampus UWIKA pada 17 November 2012 bertempat di lapangan parkir UWIKA Jl. Sutorejo Prima Utara II/1 Surabaya, be there…

Tagged , , , , ,

Mengajar itu cinta

Tidak terasa, satu semester sudah saya melewatkan hari-hari sebagai tenaga pengajar Arsitektur di Universitas Widya Kartika. Sebuah kampus swasta di wilayah Surabaya bagian timur. Tahu-tahu sudah satu semester. Sungguh, cepat sekali waktu berlalu.

Ya, segalanya memang terasa cepat jika kita menikmatinya.

Bagi saya mengajar itu berjuta rasanya. Lebih dari sekedar permen nano-nano yang rasanya cuma manis-asem-asin. Mengajar itu beraneka warna. Lebih dari pelangi yang warnanya cuma tujuh macam–mejikuhibiniu.

Mungkin lebih tepat saya ibaratkan mengajar itu seperti jatuh cinta. Iya, seperti jatuh cinta. Tegang, deg-degan, senang, sedih, sebel, penasaran, geli, bahagia, lega, dan kangen datang silih berganti…

Awalnya tegang, khawatir tidak bisa menjelaskan dengan baik, khawatir kalau bikin ngantuk, khawatir ini..itu.. Sedih ketika melihat mahasiswa seolah tidak ada motivasi menuntut ilmu—telat datang ke perkuliahan, tugas dikerjakan asal-asalan—kuliah hanya sekedar cari nilai. Geli dan gemas melihat tingkah polah mahasiswa yang terkadang aneh bin ajaib dan tak terduga. Bahagia ketika melihat mahasiswa berproses, ketika tugas berhasil dikerjakan dengan baik—yang awalnya tidak bisa menjadi bisa. Ketika tahu bahwa apa yang kita ajarkan ternyata tidak sia-sia.

Mengajar itu seru. Tidak hanya sekedar cuap-cuap di depan kelas. Tapi butuh taktik. Taktik agar perkuliahan kita menarik—tidak bikin ngantuk, taktik mengatasi mahasiswa yang bandel, taktik memotivasi mahasiswa yang ogah-ogahan, sampai taktik ngeles yang elegan kalau kedapatan pertanyaan yang kita tidak yakin jawabannya :p

Mengajar itu menantang. Menuntut kita untuk selalu mengupgrade diri dan pengetahuan. Menuntut kita untuk selalu berlari mengejar kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. Juga untuk terus mengasah otak, mengembalikan memori masa perkuliahan dulu yang telah lama tersimpan, terkubur entah dimana. Butuh waktu, butuh niat dan usaha. Tidak mudah.

Mengajar itu sedikit-banyak menakutkan. Butuh tanggung jawab besar. Karena sekali lagi, menjadi pengajar itu tidak hanya sekedar cuap-cuap di depan kelas namun juga sebagai pendidik. Mmenempatkan diri kita sebagai role model –contoh. Ibarat kata pepatah lama ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. Segala tingkah laku guru akan menjadi contoh bagi muridnya. Padahal seberapa baik sih kita selama ini? Bagaimana mungkin kita dapat menuntut orang lain menjalankan apa yang kita ajarkan di kelas, kalau kita sendiri pun belum sempurna. Malu.

Saya sadar, saya masih sangat jauh dan masih harus banyak banyak banyak belajar untuk bisa menjadi seorang pengajar yang baik. Pengajar yang bukan hanya sekedar mengajar tetapi juga mendidik.

Alhamdulillah, saya kini menemukan profesi yang sungguh saya suka

Profesi yang memungkinkan saya untuk selalu berbagi, mengupgrade diri. Bukan semata-mata untuk kepentingan saya sendiri namun juga untuk kemajuan mahasiswa saya. Anak-anak bangsa ini. Profesi yang dinamis, yang memungkinkan saya berinteraksi dengan berbagai pribadi, berbagai latar belakang, dan menyelaminya—bukan profesi yang membiarkan saya berhadapan dengan meja tulis dan komputer seharian. Profesi yang akan ‘memaksa’ saya untuk terus belajar terutama dalam bidang yang juga menjadi minat saya. Profesi yang saya percaya tidak akan memberi kesempatan pada otak saya untuk diam dan berkarat sia-sia.

Saya menikmati menjadi seorang tenaga pengajar, sebagai seorang pendidik.

Bagi saya mengajar itu cinta, mengajar itu panggilan jiwa

Semoga dengan berjalannya waktu, saya dapat menjadi pengajar yang lebih dan lebih baik lagi

Untuk saya, untuk mahasiswa saya, untuk bangsa ini

Amiin…


Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog Sampoerna School of Education, dengan tema “Menjadi Pendidik”

Tagged , , , , , , , ,